Sabtu, 12 Agustus 2017

Buletin Hikmah Sunnah Edisi 4

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Buletin Hikmah Sunnah Edisi 4
Al-Quran Sumber Ilmu
Al-Quran Sumber Ilmu

Apakah Bom Bunuh Diri Termasuk Mati Syahid?

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

Dari Tsabit bin Dhahhak radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Barang siapa membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, dia disiksa dengan (alat tersebut) pada hari kiamat.”  [HR. Bukhari & Muslim]

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Intihar (bom bunuh diri)  adalah bunuh diri secara sengaja dengan sebab apa pun. Hal ini diharamkan dan termasuk dosa yang paling besar.” (Fatawa Islamiyyah, 4/519)



Bom Bunuh Diri
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَنْشَرِبَ سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَنْ تَرْدَى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَنَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خاَلِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

“Barang siapa bunuh diri dengan besi di tangannya, dia (akan) menikam perutnya di dalam neraka jahannam, kekal (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barang siapa yang meminum racun lalu bunuh diri dengannya, maka dia (akan) meminumnya perlahanlahan di dalam neraka jahannam kekal dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barang siapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, dia akan jatuh ke dalam neraka jahannam yang kekal (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya.” [HR. Al-Bukhari no. 5778 & Muslim 158]

Kamis, 10 Agustus 2017

Buletin Hikmah Sunnah Edisi 3

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Buletin Hikmah Sunnah Edisi 3
Menuntut Ilmu Agama itu Wajib!
Buletin Hikmah Sunnah Edisi 3

Rabu, 09 Agustus 2017

Buletin Hikmah Sunnah Edisi 2

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Edisi 2
Amanat Terberat
Ustadz Abu Falih Yahya
Buletin Hikmah Sunnah Edisi 2




Selasa, 08 Agustus 2017

Buletin Hikmah Sunnah Edisi 1

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

Edisi 1

Indahnya Islam

Senin, 07 Agustus 2017

Prinsip Ahlussunnah Tentang Taat terhadap Pemerintah

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

Taat kepada pemimpin negara dan lainnya dari unsur kepemerintahan adalah wajib, asal tidak dalam bermaksiat kepada Allah تعالى. Hal ini berdasarkan firman Allah تعالى;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, dan taatlah kalian kepada Rasul, dan juga kepada ulil amri dari kalian.” (An-Nisa’: 59)

Berhati-hatilah terhadap Ipar

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

Minggu, 06 Agustus 2017

Keutamaan Berdzikir Setelah Shalat Shubuh

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Keutamaan Berdzikir Setelah Shalat Shubuh
Keutamaan Berdzikir Setelah Shalat Shubuh apabila dilanjutkan dengan Shalat Isyraq. Shalat Isyraq adalah shalat dua raka'at yang dilakukan setelah matahari terbit. Waktunya adalah semenjak matahari setinggi tombak atau sekitar 15 menit setelah terbit.

Keutamaan Berbakti kepada Orang Tua

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Apa keutamaan birrul walidain?

Sahabat Tashfiyah semoga Allah merahmati kita semua. Birrul walidain memiliki banyak keutamaan dan kebaikan di dunia dan di akhirat.

Di antara keutamaannya, birrul walidain adalah wasiat Allah Rabbul ’alamin.

Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya, “Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya.” [Q.S. Luqman: 14]

Birrul walidain adalah sifat kaum mukminin, bahkan inilah sifat para Nabi dan Rasul.

Coba perhatikan bagaimana Allah kisahkan Nabi Yahya bin Zakariya, Allah menyanjungnya dengan sifat ini. Allah berfirman yang artinya, “Dan (Yahya) banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” [Q.S. Maryam: 14]

Demikian pula Isa bin Maryam ‘alaihis salam. Beliau sosok Rasul yang sangat berbakti pada Ibundanya, Maryam. Allah berfirman mengisahkan ucapan Isa, “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku…” [Q.S. Maryam: 31-32]

Tidak kalah hebatnya dari dua keutamaan di atas, Birrul walidain adalah sebab keridhaan Allah subhanahu wata’ala.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رِضَا اللهِ فِي رِضَى الْوَالِدَيْنِ

“Ridha Allah tergantung kepada ridha orang tua.” [H.R. Tirmidzi. Dari Abdullah Ibnu ‘Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma Hadits ini shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim].

Betapa bahagianya ketika seorang telah meraih ridha Allah. Sungguh segala kebaikan dunia dan akherat akan dia gapai, dengan keridhaan Allah.

Di antara keutamaan lainnya, birrul walidain adalah amalan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan sebelum jihad fi sabilillah. Ya, lebih utama dari jihad fi sabilillah.

Ibnu Mas’ud z mengatakan -sebagaimana dalam riwayat Shahih Al-Bukhari dan Muslim-, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ‘Amalan apakah yang paling utama?’ Beliau mengatakan, ‘Shalat pada waktunya.’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa setelahnya?’ Beliau menjawab, ‘Birrul walidain.’ lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi wahai Rasulullah?’ Beliau mengatakan, ‘Jihad fi sabilillah.’”

Allahu akbar!!

Di antara keutamaannya, birrul walidain adalah pintu yang sangat lebar bagi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan sungguh kerugian yang besar manakala seorang sempat menjumpai kedua orangtuanya dan berkesempatan berbakti kepada keduanya atau salah seorang dari keduanya namun ia tidak mampu meraih surga.

Sebagaimana Jibril pernah berdoa, “Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah satu keduanya di masa tua namun dia tidak bisa masuk dalam surga.” Rasulullah n kemudian mengaminkan doa Jibril.

Birrul walidain sangat banyak keutamaannya, sehingga tidak heran ketika Allah subhanahu wata’ala menyebutkan hak kedua orang tua beriringan dengan hak Allah subhanahu wata’ala. Seperti dalam firman-Nya yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” [Q.S. Al Isra : 23]

Demikian pula dalam firman-Nya yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” [Q.S. An Nisa: 36].

Tidak lupa, di antara keutamaan birrul walidain, Allah akan mudahkan urusannya dan dimudahkan mendapatan jalan keluar di saat problematika menimpa.

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim Rasulullah n pernah mengabarkan sebuah kisah tentang tiga orang Bani Israil yang terperangkap dalam sebuah gua. Salah seorang di antara mereka adalah seorang yang sangat berbakti kepada kedua orang tua. Di saat kesempitan, ia pun berdoa kepada-Nya. Doanya terkabul dengan sebab birrul walidain, Allah bantu mereka di kala sempit. Allah geser batu besar yang menutup mulut gua.

Bukti-bukti nyata dalam kehidupan banyak kita jumpai. Allah muliakan mereka yang berbakti kepada kedua orang tua, sebaliknya Allah timpakan kejelekan bagi mereka yang durhaka kepada keduanya.

Saudara, mampukah kita berbakti kepada kedua orang tua? semoga Allah senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita. Amin.

[Al Ustadz Rijal bin Isnaini, Lc]
http://tashfiyah.com/keutamaan-bakti-kepada-orang-tua/

Perintah Taat kepada Allah, Rasul dan Pemerintah

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa: 59)

Keutamaan Membaca al-Quran

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Keutamaan membaca al-Quran

Wajib Taat Walau Dia Jahat

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

Wajib Taat Walau Dia Jahat
Kewajiban Taat kepada Pemerintah
Para pembaca -arsyadakumullah-. termasuk kewajiban seorang muslim sebagai rakyat adalah menaati pemerintahnya yang muslim. Inilah salah satu pokok keyakinan ahlus sunnah wal jama'ah. Adapun yang menyelisihinya adalah kaum khawarij (di antaranya kelompok-kelompok teroris semisal ISIS, al-Qaeda yang lainnya)

Baca http://islambangka.blogspot.com/2017/08/perintah-taat-kepada-allah-rasul-dan.html 

Isbal Tanpa Disertai Sifat Sombong

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Isbal Tanpa Disertai Sifat Sombong
Ada sekelompok orang yang kurang bisa menerima hukum isbal secara mutlak. Alasan mereka adalah sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3665) dan Muslim (no. 2085) dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, Allah Subhanahu wata’alatidak akan memandangnya pada hari kiamat nanti.”
Kata mereka, “Larangan isbal hanya berlaku untuk orang yang sombong saja! Jika tidak disertai sikap sombong, tidak mengapa.” Jika berdasarkan ilmu kita berbicara, bukan hawa nafsu; jika di atas sikap hormat kepada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kita berhukum, tidak dengan menurutkan kesenangan hati; jika tidak mengambil sikap seenaknya kita sendiri, menerima satu hadits dan menolak hadits yang lain, walau tidak diakui secara lisan; tentu setiap hadits dapat diposisikan sebagaimana mestinya. Lihat dan teladanilah sikap para ulama. Mengenai hal ini, mereka merincinya menjadi dua masalah.
 1. Musbil disertai sikap sombong
Orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu di atas. Orang seperti inilah yang diancam dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, dan tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.”
2. Musbil tanpa diikuti oleh sikap sombong
Orang semacam ini siksanya di bawah tingkatan siksa jenis orang pertama. Orang seperti inilah yang dimaksud dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Orang semacam inilah yang diancam dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sarung yang berada di bawah kedua mata kaki, adadi dalam neraka.” (Fatwa al-Utsaimin, Nur ‘alad Darb)
Pendapat para ulama di atas didukung oleh sebuah riwayat dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4093), an-Nasa’i (no. 9714—9717), Ibnu Majah (no. 3573), dan yang lain, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah (no. 2017). Di dalam riwayat tersebut, dua keadaan di atas disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara berbeda dalam satu konteks. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ، مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ
“Pakaian yang berada di bawah mata kaki, ada di dalam neraka. Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memandangnya.”
Jadi, sabda Nabi, “Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, AllahSubhanahu wata’ala tidak akan memandangnya”, tidak berarti apabila isbal tidak disertai sikap sombong maka boleh. Bukan seperti itu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dipahami! Hal lain yang perlu dicermati juga adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits larangan isbal dengan disertai sikap sombong. Bagaimanakah praktik Abdullahbin Umar radhiyallahu ‘anhu dalam hal ini? Bukankah beliau lebih layak untuk diteladani dalammemahami hadits tersebut? Ternyata, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma yang meriwayatkan hadits tentanglarangan musbil dengan disertai sikap sombong, pada praktiknya menggunakan kain sarung di atas mata kaki, bahkan di pertengahan betis. Al-Imam Muslim rahimahullah (no. 2086)meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita, “Aku pernah bertemu RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan kain sarungku turun. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur, ‘Wahai Abdullah, tinggikan kain sarungmu!’ Aku pun mengangkatnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap mengatakan, ‘Naikkan lagi!’ Aku pun mengangkatnya lebihtinggi. Setelah itu, aku selalu menjaga kain sarungku dalam posisi seperti itu.” Ada yang bertanya, “Sampai batas mana?” Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma menjawab,  “Sampai pertengahan betis.”Bagaimana dengan Atsar tentang Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu?Sekelompok kecil orang di atas ternyata masih berusaha mencari alasan dan pembenaran, walau sangat dipaksakan. Kata mereka, “Abu Bakr juga terkadang musbil dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada beliau,‘Sungguh, engkau tidak termasuk yang melakukan isbal dengan disertai sikap sombong’. Mereka memahami, “Jadi, larangan itu hanya berlaku pada orang musbil yang bersikap sombong. Jika tidak,boleh-boleh saja!” Pembaca, semoga Allah Subhanahu wata’ala menjaga Anda, marilah kita mencermati hadits tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu lebih dekat. Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ إِنَّكَ لَسْتَ : ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
“Sungguh, salah satu bagian pakaianku selalu turun, namun aku selalu menjaganya agar tidak turun.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak termasuk yang melakukannya karena sikap sombong.” (HR. al- Bukhari no. 5447)
Ada beberapa hal yang harus dicermati tentang keadaan Abu Bakr di atas:
1. Tidak ada faktor kesengajaan isbal dari Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.
2. Upaya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu untuk selalu menaikkan kembali pakaiannya jika turun menutupi mata kaki.
3. Yang terkadang turun menutupi mata kaki Abu Bakr adalah salah satu sisi pakaiannya. Artinya, sisi pakaian yang lain berada di atas mata kaki.
4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merekomendasi Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang tidak sombong. Pertanyaannya, ”Apakah riwayat tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dapat disamakan dengan kaum musbil yang dengan sengaja telah melakukan isbal? Apakah mereka selalu berusaha menaikkan celana jika mulai menutupi mata kaki? Siapa yang merekomendasi mereka bebas dari sikap sombong?” Praktik Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat Lihatlah praktik para sahabat dalam hal ini. Abu Ishaq bertutur, “Aku pernah melihat beberapa orang sahabat RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menggunakan sarung sampai di tengah betis, di antaranya Ibnu Umar, Zaid bin Arqam, Usamah bin Zaid, dan al-Bara’ bin ‘Azib .” (Majma’ az-Zawaid) Beberapa saat sebelum Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, seorang pemuda datang menjenguk untuk mendoakan dan menghibur Umar radhiyallahu ‘anhu. Ketika pemuda itu mohon izin, Umar melihat pakaiannya menutupi mata kaki. Umar pun menegur, “Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu. Itu lebih bersih dan bisa menambah takwa kepada AllahSubhanahu wata’ala!” (HR. al-Bukhari no. 3424) Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhuma bercerita, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang otot betisku dan bersabda,
هَذَا مَوْضِعُ الْإِزَارِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلُ، فَإِنْ أَبَيْتَ، فَلاَ حَقَّ لِلْإِزَارِ فِيْ الْكَعْبَيْنِ
‘Di sinilah letak sarung. Jika engkau tidak ingin, bisa di bawahnya sedikit. Jika engkau masih juga tidak ingin, tidak ada hak untuk sarung berada tepat pada mata kaki’.” (HR. at-Tirmidzi dalamSyamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahih oleh al-Albani no. 99)
Sebagai penutup, marilah kita meresapi kata-kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di bawah ini. Ubaid bin Khalid al-Muharibi berkisah, “Saat aku berjalan di kota Madinah, tiba-tiba seseorang berkata dari belakangku, ‘Angkatlah pakaianmu! Sungguh, itu bisa menambah takwamu’.” Ternyata, orang tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku menjawab, “Wahai RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, hanya sekadar burdah putih.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
أَمَا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ؟
“Apakah engkau tidak ingin meneladani diriku?” Aku pun memerhatikan sarung beliau, ternyata sampai di pertengahan betis. (HR. at-Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahiholeh al-Albani no. 97)
Sekarang, kita bisa menyampaikan kepada siapa saja yang bertanya tentang hukum isbal, “Apakah engkau tidak ingin meneladani diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallammenggunakan pakaian di atas mata kaki, bahkan hingga di tengah betis.” Wallahu a’lam.

http://asysyariah.com/hadits-hukum-isbal/

Muslim Itu Nggak Isbal

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Muslim itu nggak isbal
Pembaca yang semoga Allah rahmati, isbal adalah menjulurkan pakaian hingga di bawah mata kaki baik berupa sarung, celana maupun jubah. Perbuatan isbal adalah haram berdasarkan hadits-hadits shahih dan itu pula yang dipahami oleh para 'ulama di antara Imam adz-Dzahabi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Sarung yang berada di bawah kedua mata kaki, ada di dalam neraka (kaki tersebut).”

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
Isbal hukumnya haram, bahkan dapat dikategorikan sebagai kabair (dosa besar). Hukum ini berlandaskan pada keterangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhuriwayat Muslim (no. 106) dan lainnya, “Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, juga tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.” Kata-kata ini diulang sebanyak tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai para sahabat bertanya, “Siapakah ketiga golongan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

“Orang yang isbal, orang yang selalu mengungkit-ungkit kebaikan, dan orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah palsu.” (Fatwa al-Utsaimin, Nur ‘alad Darb)

Artinya, masalah isbal bukanlah masalah kecil. Tidak tepat juga jika masalah isbal dinilai sebagai masalah furu’. Anggapan sebagian kalangan bahwa masalah isbal hanyalah adat dan budaya orang Arab juga tidak benar. Ternyata, isbal termasuk dosa besar sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hukum isbal hanya berlaku untuk kalangan laki-laki. Sebab, ada hukum tersendiri bagi kaum wanita. Kekhususan hukum ini untuk kaum laki-laki telah dinukilkan ijma’ ulama oleh Ibnu Raslan dalam Syarah Sunan. (Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud)

Tiga Doa yang Tidak Ditolak

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
Tiga Doa yang Tidak Ditolak