Jumat, 04 Desember 2015

Di Manakah Allâh? (bagian 1)

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

DI MANAKAH ALLÂH?
Di manakah Allah

Banyak faedah yang dapat kita ambil jika kita mau memahami dengan saksama detail berbagai kisah di dalam Al Qur’an. Kisah-kisah yang Allâh subhânahu wa ta’âla cantumkan di dalamnya tentunya bukanlah kisah yang kosong makna dan tidak berfaedah. Kisah-kisah dalam Al Qur’an sangatlah kaya ibrah dan pelajaran berharga. Tentunya, hal ini hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang telah terbuka mata hatinya untuk mau mendalami dan mentadaburi Al Qur’an seayat demi seayat.


Di antara keyakinan yang menyebar luas di kalangan kaum mukminin adalah prasangka mereka bahwa Allâh ada di mana-mana. Tentunya kita sepakat bahwa ucapan atau pendapat dianggap benar jika dibangun di atas dalil Al Qur’an ataupun hadits Nabi Muhammad shalallâhu ‘alayhi wa sallam. Siapa pun yang mengucapkannya, jika sesuai dengan apa yang Allâh dan Rasûlullâh sampaikan, maka kita terima. Dan siapa pun yang mengucapkan suatu ucapan yang bertentangan dengan Al Quran ataupun ucapan Rasûlullâh shalallâhu ‘alayhi wa sallam, maka itu harus kita tolak dan harus kita yakini kesalahannya. Walaupun mungkin yang menyatakan ialah orang yang kita kagumi, yang kita muliakan dan yang kita jadikan sebagai panutan.


Nah, berkaitan dengan keyakinan bahwa Allâh ada di mana-mana, sebenarnya terdapat banyak dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menjelaskan salahnya pernyataan itu.

Satu kisah menarik akan kita bawakan. Dari kisah itu, kita akan tahu benar tidaknya pendapat yang menyatakan bahwa Allâh subhânahu wa ta’âla ada di mana-mana. Kisah ini ialah salah satu episode dari kisah perjalan dakwah Nabiyullâh Musa dan Harun ‘alayhimassalâm. Sepenggal kisah bersama musuh dakwah keduanya yang tak lain dan tak bukan, si durjana Fir’aun.

Allâh subhânahu wa ta’âla berfirman mengutip ucapan Fir’aun yang artinya,”Wahai Haman, buatkanlah untukku satu bangunan yang tinggi agar aku bisa sampai pada pintu-pintu itu. Yakni pintu-pintu laangit agar aku dapat melihat sesembahan Musa. Sungguh aku yakin bahwa Musa termasuk seorang pendusta.” (Qs. Al-Ghafir: 36-37)

Dalam ayat lain,”Dan berkatalah Fir’aun,’Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui adanya tuhan selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat (yakni untuk membuat bata) kemudian bangunkan untukku bangunan yang tinggi agar aku bisa melihat sesembahan Musa dan sungguh aku yakin bahwa Musa adalah seorang pendusta.’” (Qs. Al-Qashash: 38)

Selasa, 01 Desember 2015

Kisah Al Imam Ibnu Jarir Ath Thabari dan Kakek Yang Faqir

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ
KISAH AL IMAM IBNU JARIR ATH THABARI DAN KAKEK YANG FAKIR (KISAH BEGITU INDAH NAN MENGADUNG PELAJARAN)

Dikisahkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari penulis tafsir yang terkenal
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah bertutur: Ketika saya berada di Mekah pada musim haji, saya melihat seorang lelaki dari Khurasan berseru seraya berkata: Wahai sekalian jama’ah haji, wahai penduduk Mekah baik yang di kota maupun yang di desa! Sungguh aku telah kehilangan kantong berisikan uang seribu dinar, maka barang siapa yang mengembalikannya kepadaku, niscaya Allah akan membalasnya kebaikan dan membebaskannya dari neraka, dan ia akan mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar di hari perhitungan,,,

Maka berdirilah seorang kakek tua dari penduduk Mekah. Ia berkata kepadanya: Wahai orang Khurasan, negeri kami kondisinya keras sedangkan hari-hari haji dapat dihitung, musim-musimnya terbatas, dan pintu-pintu usaha tertutup. Maka bisa jadi harta itu jatuh ke tangan orang mukmin yang fakir lagi tua renta yang menginginkan jaminan (janji) darimu andai ia mengembalikan harta itu kepadamu. Maka berilah ia sedikit upah (hadiah) dan harta yang halal!