Minggu, 20 Desember 2015

Waktu dan Jumlah Raka'at Shalat Dhuha

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

WAKTUNYA
Adapun waktunya adalah sebagaimana yang diterangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhabrahimahullah, “Dan waktunya sejak berlalunya waktu larangan hingga mendekati zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat).” (Lihat Kitab Adabul Masyi ila Ash-Sholah)
Waktu larangan yang dimaksud ialah sejak terbitnya matahari hingga meninggi sekitar satu tombak (kurang lebih 15 menit setelah terbit, penjelasan Ibnu Utsaimin).
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa melakukan shalat dhuha ketika matahari telah terik lebih utama. Mereka berdalil dengan hadits Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘anhu,
صلاة الأوابين حين ترمض الفصال
 “Shalatnya orang-orang yang kembali (awwabin) ialah jika telah terik matahari.” (HR. Muslim no. 748)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata, “dan (waktunya) yang afdhal adalah apabila waktu dhuha telah panas.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 30/56)
Dan berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, “… dikarenakan shalat dhuha dimulai sejak naiknya matahari sekira satu tombak hingga mendekati waktu zawal (zhuhur), dan (melaksanakan) shalat dhuha di akhir waktu lebih afdhal daripada di awal waktu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 14/305)

JUMLAH RAKA’ATNYA

Dari wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan Abu Darda’ di atas dapat kita pahami bahwasanya minimal bilangan raka’at shalat dhuha adalah dua raka’at. Sedangkan jumlah terbanyak yang pernah dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah delapan raka’at. Diriwayatkan dari Ummu Hani’ Radhiallahu ‘anha
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ، فَاغْتَسَلَ وَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، فَلَمْ أَرَ صَلاَةً قَطُّ أَخَفَّ مِنْهَا، غَيْرَ أَنَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masuk ke rumahnya pada waktu Fathu Makkah, maka beliau mandi dan melakukan shalat sebanyak delapan raka’at. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringkas darinya, hanyasaja beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1176)
Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiallahu ‘anha ia berkata, “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallammelakukan shalat dhuha sebanyak empat raka’at dan menambah sekehendak beliau” (Shahih Muslimno.1175)
Dari hadits Aisyah ini sebagian ulama’ berpendapat bolehnya melaksanakan shalat Dhuha lebih dari delapan raka’at. Asy-Syaikh Ibnu Baaz berkata, “Jumlah paling sedikitnya adalah dua raka’at. Apabila engkau selalu melakukan dua raka’at maka engkau telah menunaikan dhuha. Apabila engkau shalat empat atau enam atau delapan atau lebih banyak lagi maka tidak mengapa, disesuaikan yang mudah. Tidak ada padanya batasan tertentu. Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam shalat dua raka’at, shalat empat raka’at. Dan pada waktu Fathu Makkah beliau shalat delapan raka’at. Maka perkaranya dalam permasalahan ini luas.”
Beliau juga berkata, “Barangsiapa shalat delapan raka’at, sepuluh, dua belas, atau lebih banyak dari itu atau lebih sedikit maka tidak mengapa.” (http://www.ibn-baz.org/mat/1086)

Tetapi yang afdhal adalah tidak lebih dari delapan raka’at, karena jumlah ini yang secara tegas pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di dalam fatwanya, Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsi wal Ifta (6/145) menyatakan, “Shalat dhuha adalah sunnah, bilangan sedikitnya adalah dua raka’at dan tidak ada batasan untuk jumlah banyaknya. Yang afdhal untuk tidak melebihi delapan raka’at. Melakukan salam pada tiap dua raka’at, dan tidak sepantasnya digabung dalam satu salam, (hal ini) berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “(pelaksanaan) shalat malam dan (shalat) siang adalah dua dua.” (Fatwa ini dikeluarkan dengan diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan beranggotakan Asy-Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Shalih Al-Fauzan, dan Bakr Abu Zaid)

Dikumpulkan oleh:
Abu Rufaidah Abdurrahman Almaidany
Stabat 11 05 2014

0 komentar :

Posting Komentar