Minggu, 20 Desember 2015

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Dhuha

بِسْمِ اللهِ الرَحْمٰنِ الرَحِيْمِ

TATA CARA PELAKSANAANNYA
Apabila shalat dhuha lebih dari dua raka’at maka cara pelaksanaanya adalah dengan cara salam pada setiap dua raka’at. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
صلاة الليل والنهار مثنى مثنى
“(pelaksanaan) Shalat malam dan (shalat) siang adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Di dalam fatwa yang dikeluarkan Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta (6/145) yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyebutkan bahswasanya tidak sepantasnya melakukan shalat dhuha lebih dari dua raka’at dengan satu salam. Hanyasaja sebagian ulama seperti Al-Imam An-Nawawi membolehkannya, beliau berkata, “Hadits ini dimaknakan untuk menjelaskan (tatacaranya) yang afdhal, yaitu melakukan salam pada setiap dua raka’at. Baik shalat nafilah malam hari atau siang hari. Disukai untuk melakukan salam setiap dua raka’at. Seandainya menggabung semua raka’at dalam satu salam atau shalat sunnah satu raka’at maka diperbolehkan menurut madzhab kami.” (Al-MinhajSyarah Shahih Muslim )
Dari penjelasan Al-Imam An-Nawawi di atas dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaannya yang afdhal adalah berhenti pada setiap dua raka’at dan tidak mengapa untuk diselesaikan semuanya dalam satu salam.


MELAKUKANNYA TERUS MENERUS
Dalam permasalahan ini terjadi silang pendapat di antara ulama’. Sebagian mereka berpendapat bahwasanya shalat dhuha tidak dilakukan terus menerus setiap hari. Shalat dhuha hanya dilakukan ketika baru tiba dari safar. Mereka berdalil dengan hadits ‘Aisyah Radhiallau ‘anha, ketika beliau ditanya oleh Abdullah bin Syaqiq rahimahullah, “Apakah dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha?” Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali jika baru datang dari safar.” (HR. Muslim) sisi pendalilannya adalah, seandainya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukannya secara rutin tentu akan diketahui oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha.
Akan tetapi berdalil dengan hadits ini tidaklah tepat ditinjau dari dua sisi:
Pertama: Aisyah menafikan hal tersebut berdasarkan ilmu yang beliau ketahui. Sementara dalam beberapa riwayat terdapat penetapan bahwasanya shalat dhuha disunnahkan untuk dilakukan setiap hari dan tidak hanya berlaku bagi musafir yang baru tiba dari bepergian saja. Di antara riwayat tersebut adalah wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan Abu Darda di awal pembahasan. Di dalam kaedah ushul disebutkan bahwasanya riwayat yang menetapkan lebih didahulukan daripada riwayat yang meniadakan, karena riwayat yang menetapkan mengandung tambahan faedah yang tidak terdapat pada riwayat yang meniadakan.
Kedua: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak setiap saat bersama Aisyah Radhiallahu ‘anha. Di dalam kesempatan beliau bersama Aisyah dan dalam kesempatan lain beliau tidak bersamanya. Beliau terkadang menjadi musafir dan terkadang tidak menjadi musafir. Dalam keadaan tidak safar beliau terkadang duduk di masjid dan tempat lainnya. Beliau juga memiliki sembilan orang isteri yang semuanya mendapat giliran hari yang sama rata. Ini menunjukkan bahwa kebersamaan beliau bersama Aisyah pada waktu dhuha tidak setiap hari dan tidak setiap kesempatan. Bisa jadi beliau shalat dhuha di rumah isteri-isterinya yang lain, atau ketika di masjid, di rumah shahabatnya, ketika safar, atau di tempat-tempat lainnya yang tidak dilihat oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha. (Lihat Al-Hawi lil Fatawi Li As-Suyuthi 1/45)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya, “Apa pendapat yang shahih dan rojih tentang shalat dhuha. Apakah boleh dilakukan setiap hari, selang-selang hari, atau bagaimana?” beliau menjawab, “(Pendapat) yang rojih tentangnya dan yang sunnah adalah (dikerjakan) setiap hari. Shalat dhuha (dilakukan) setiap hari. Telah diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau memberikan wasiat kepada Abu Hurairah dengan tiga perkara, “Shalat dhuha, shalat witir sebelum tidur, dan berpuasa tiga hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan di dalam Shahih Muslim juga bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mewasiatkan Abu Darda, “Agar (mengerjakan) shalat dhuha setiap hari, shalat witir sebelum tidur, dan berpuasa tiga hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan juga di dalam Ash-Shahih bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Dzar ketika menyebutkan persendian tulang dapat melakukan sedekah, beliau berkata, “Setiap tasbih adalah sedekah, tahmid adalah sedekah, tahlil adalah sedekah, dan takbir adalah sedekah,” – sampai akhir hadits beliau bersabda, “dan tercukupi dari itu semua dengan dua raka’at yang engkau kerjakan ketika dhuha.” (Majmu Fatawa Ibnu Baaz 30/60)

Dikumpulkan oleh:
Abu Rufaidah Abdurrahman Almaidany

0 komentar :

Posting Komentar